Di antaranya memperhatikan relevansi dengan minat pengikut, memperlakukan audiens sebagai mitra komunitas, dan menyempatkan untuk berbalas komentar.
“Di media sosial itu ada yang namanya algoritma. Dan algoritma itu adalah sesuatu yang berarti banget buat aku, karena itu aku selalu menjaga algoritma aku supaya tetap berada di jalannya, sesuai kodratnya,” kata Agung saat berdiskusi dengan awak media pada acara penyampaian survei Vero-YouGov di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Baca juga: Guru besar IPB ajak individu sikapi informasi pemengaruh secara kritis
Agung mengatakan berdasarkan algoritma akun medsos @karmalogy, jangkauan audiensnya disebutkan perempuan (mencapai 87 persen), dengan rentang usia milenial antara 24 sampai 48 tahun.
Oleh karena itu, Agung pun memperhatikan relevansi konten yang dia buat berdasarkan minat pengikut (follower) dalam jangkauan algoritma itu, termasuk jika ada kerja sama bisnis pun demikian.
Agung tidak ingin sembarangan menerima kerja sama bisnis untuk unggahan di akun medsosnya karena khawatir bergeser algoritma itu.
Baca juga: Percobaan TikTok hadirkan “influencer” AI tuai kekhawatiran
“Mending kalau bergesernya ajeg, gitu, konten maupun audiens sama-sama bergeser dari milenial ke gen z. Tapi kalau kita sembarangan ngonten, sembarangan ambil bisnis, bergesernya kan jadi tidak keruan,” kata Agung.
Apalagi kalau unggahan bisnis tersebut juga mendapat peningkatan (boost) langsung oleh platform-nya, artinya jangkauannya semakin luas. Dan audiens yang melihat pun semakin bergeser ke luar jangkauan perempuan milenial.
“Besoknya kalau aku ngonten lagi buat emak-emak, kontennya sudah enggak sampai di emak-emak lagi karena konten kita sudah pindah audiens tadi. Terus kalau lama-lama ternyata audiens baru ini tidak tertarik melihat kontenku yang menyasar emak-emak, platform bakal mendeteksi kontenku sebagai konten yang tidak menarik, sehingga dikurangi deh jangkauan (exposure)-nya,” kata Agung.
Baca juga: Tren “lazy girl job” dan wacana kesehatan kontemporer
Trik kedua, Agung juga memperlakukan pengikut akun media sosialnya sebagai mitra komunitas. Trik itu didapatkan Agung ketika mengikuti Nas Summit.
Itulah alasannya mengeluarkan istilah bunda-bunda, bukan berarti sekadar menyapa pengikut akunnya yang kebanyakan berusia dewasa. Tapi itu karena dia menganggap mereka sebagai komunitas bunda-bundanya.
“Karena ketika kita mempunyai komunitas dan komunitas itu kuat dan solid hubungannya, enggak mungkin kita bakal ditinggalkan. Mau platformnya pindah ke platform lain, orang dalam komunitas itu akan selalu mengikutinya,” kata Agung.
Baca juga: IDI sebut dokter influencer dilarang promosi produknya di media sosial
Selain itu, menurut Agung, komunitas pun lebih mudah untuk bergabung dengannya ketika sewaktu-waktu dia perlu mengadakan pertemuan rutin.
Ketiga, selalu menyempatkan untuk berbalas komentar. Ini tentu ada kaitannya dengan poin kedua di atas.
Selain itu, aktivitas berbalas komentar juga membuat audiens bisa memunculkan minat mereka terhadap konten selanjutnya, bahkan berdiskusi terkait topik yang menarik untuk dibuatkan konten selanjutnya.
Baca juga: MenKopUKM minta influencer promosikan produk lokal lawan produk asing
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ZephyrSec 2024