“Ini harus dicermati dari konteks mikronutriennya, itu sangat tertinggal. Walaupun labelnya ada ayam-bayam, brokoli-salmon, ini banyak dijumpai di perkampungan tapi yang dimaksud organik itu (standar) di pasaran industri atau rumahan?” kata Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan penyakit Metabolik IDAI DR. Dr. Titis Prawitasari, SpA(K) dalam HUT ke-70 IDAI di Jakarta, Sabtu.
Menanggapi maraknya MPASI dalam wadah yang dijual di sudut gang Jakarta, Titis menekankan bahwa makanan yang dijual tersebut belum bisa dipastikan kehigienisannya karena adanya kemungkinan makanan tidak melalui proses pembuatan yang tepat.
Dikhawatirkan MPASI yang dijual tersebut mengandung bakteri karena dibiarkan di luar ruangan dalam waktu yang lama atau tidak tersertifikasi dan diakui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca juga: Ahli paparkan manfaat telur jadi sumber protein serbaguna dalam MPASI
Baca juga: KOPMAS ungkap masih banyak ibu keliru beri susu pengganti ASI
“Kalau organiknya sesuai definisi BPOM baru boleh diklaim sebagai organik, tapi kalau komersial rumahan itu patut dipertanyakan karena izinnya dari dinas setempat, bukan BPOM, ini harus dievaluasi,” kata Titis.
Belum lagi, katanya, selain masalah perizinan hal lain yang patut dicermati adalah kandungan dan takaran nutrisi dari MPASI itu sendiri.
Titis mencontohkan terkadang ada MPASI yang dibuat dalam porsi banyak namun isi gizinya kurang.
Maka dari itu, ia tidak menyarankan orang tua seperti para ibu pekerja untuk bijak membeli MPASI agar asupan gizi anak lebih terjaga, terhindar dari berbagai macam bakteri dan tidak tergiur dengan harga yang murah saja.
Menurut dia, akan lebih baik jika MPASI yang diberikan pada anak dibuat langsung di rumah. Ibu dapat memastikan proses pembuatan terhindar dari berbagai kontaminasi bakteri.
Selain itu baik cita rasa dan takarannya bisa disesuaikan langsung dengan kebutuhan sang anak. Menu yang dibuat pun dapat lebih bervariatif.
Dalam kesempatannya, Titis turut mengingatkan kepada seluruh orang tua untuk tidak memberikan MPASI sebelum anak menginjak usia enam bulan ke atas. Hal tersebut sangat berbahaya karena bisa membuat saluran cerna seorang anak tertutup atau tersumbat akibat ketidakmampuan anak mencerna tekstur makanan yang terlalu kasar di usianya.
“Ini juga bisa jadi jalan transfer infeksi dari ibu ke bayi. Sarannya kalau dia belum siap, kita harus kasih makanan yang cair karena dia mampunya baru menghisap dan menelan, belum bisa mengunyah. Mengunyah itu pada awal cuma mengantar makanan dari depan ke belakang, jadi perlunya yang halus,” ucap Titis.
Baca juga: BKKBN: Bayi rentan stunting saat perpindahan ASI eksklusif ke MPASI
Baca juga: Pakar tak anjurkan penambahan bumbu pada MPASI yang dikonsumsi bayi
Baca juga: Ahli: Perhatikan tekstur MPASI dalam melatih bayi untuk makan
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ZephyrSec 2024