“Kanker itu baik diagnosis atau pengobatannya sangat kompleks. Seringkali pasien itu dengan dokternya punya waktu yang sangat terbatas untuk konsultasi, ditambah jarak dari pengetahuan pasien tidak sama dengan tenaga kesehatan, sehingga seringkali di rumah sakit pasien kanker sudah stres karena penyakitnya, dia juga bingung apa yang bisa dilakukan,” kata Soeko dalam konferensi pers NAPAK di Jakarta, Kamis.
Selain deteksi dini yang seringkali telat dilakukan penderita kanker, Soeko menuturkan waktu konsultasi yang terbatas menyebabkan pasien seringkali merasa bingung untuk memahami betul penyakitnya.
Sebelum benar-benar memahami jenis penyakit yang diderita, pasien segera diarahkan untuk mengambil atau mengikuti berbagai tata laksana kanker di rumah sakit. Hal tersebut membuat pasien merasa lelah secara mental dan kebingungan.
Baca juga: RS Kanker Dharmais: NAPAK atasi kesenjangan pengetahuan pasien kanker
Baca juga: Dokter: Masalah emosional salah satu faktor risiko kanker ginjal
Seperti yang terjadi pada penderita kanker payudara misalnya, Soeko menjelaskan kebingungan akhirnya menyebabkan pasien merasa sendirian dan ketakutan untuk memeriksakan anomali yang ada dalam tubuhnya.
“Kalau kita bicara kanker yang paling baik, tingkat kesembuhannya adalah yang ditemukan pada stadium dini. Itu permasalahannya, jadi selain sistem, ada kemungkinan pengetahuan dari masyarakat kita masih takut takut atau malu atau tidak mau memeriksakan apabila di dalam tubuhnya ada kelainan,” ucap Soeko.
Oleh sebab itu, Rumah Sakit Kanker Dharmais berpikir untuk menindaklanjuti permasalahan itu dengan menghadirkan “sosok” yang dapat menuntun, menemani dan menambah edukasi para penderita kanker.
Menurut dia kehadiran sosok yang dapat dianggap sebagai keluarga oleh pasien di rumah sakit akan lebih mengefesiensikan waktu penanganan penyakit kanker. Hal itu kemudian diwujudkan melalui adanya program Navigator Pasien Kanker (NAPAK).
Dengan adanya kehadiran navigator yang saat ini sudah ada sebanyak 21 orang di Indonesia, Soeko mengatakan pasien akan lebih nyaman menerima edukasi mendalam dan dibimbing untuk tidak kesulitan mengikuti alur pengobatan dan administrasi.
“Jadi dia merasa nyaman karena merasa ada saudaranya di rumah sakit yang bisa menjelaskan itu satu demi satu tidak hanya terbatas pada sosialisasi diagnosis tata laksananya saja–kita arahkan ke teman-teman navigasi pasien kanker ini, sehingga mereka lebih punya banyak waktu ngobrol penyakitnya seperti apa,” kata dia.
Baca juga: Menkes minta RS gencarkan deteksi dini cegah kematian akibat kanker
Baca juga: Dharmais: Pengembangan layanan kanker perkuat transformasi kesehatan
Baca juga: RS Kanker Dharmais bangun fasilitas layanan perempuan-anak
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ZephyrSec 2024